Berikut Beberapa Perusahaan yang Mengalami Kebangkrutan di Indonesia
· Ford Motor Indonesia.
Pada
awal 2016 secara resmi perusahaan automotif asal Amerika Serikat (AS) Ford
Motor Indonesia mengumumkan akan menutup bisnisnya di Indonesia tepatnya pada
paruh kedua 2016. Ford Motor Indonesia saat ini memasarkan produk, antara lain
city car Fiesta, Focus, compact SUV EcoSport, pick up double cabin Ranger, dan
SUV Everest.
Kodak
Jika
Anda lahir di tahun 90an, maka merk kamera ternama yang satu ini pasti akan
diingat oleh Anda. Ya, inilah kodak yang juga tersebar di seluruh kawasan
Indonesia bahkan juga dunia.
Khusus
di Indonesia, sisa-sisa dari kodak bisa ditemukan dalam studio foto jadul
ataupun kios yang menawarkan jasa untuk cetak foto dan seringkali nama Kodak
terpampang jelas di depan toko mereka.
Kodak
disebut gagal karena tidak mampu memulai sebuah era perubahan apalagi
perkembangan teknologi sudah semakin maju.
Perusahaan
ini dibangun pada tahun 1888 oleh pria bernama George Eastman dan sangat
terkenal sejak tahun 1980an hingga 90-an.
Namun
tanda-tanda runtuhnya dominasi kodak mulai terlihat kala pihak manajemen kodak
telah mengumumkan adanya penurunan laba sebanyak 73 persen di tahun 1983 pada
triwulan pertama.
Penyebab
gagalnya Kodak bersaing adalah karena sudah semakin banyak bermunculan
produk-produk kamera digital sehingga membuat kodak perlahan ditinggalkan
meskipun di tahun 1975, Kodak ingin membuat teknologi kamera digital namun tak
terealisasi karena takut membunuh bisnis roll film jika munculnya produk
digital.
Dan di
tahun 2009 silam, kodak pun resmi mengumumkan penghentian dari proses produksi
roll film yang telah dibuatnya selama 74 tahun.
General Motors Indonesia (GMI)
Pabrik
milik General Motor Indonesia (GMI) yang memproduksi mobil Chevrolet Spin di
Bekasi menghentikan operasinya dan resmi ditutup pada Juni 2015 akibat selalu
mengalami kerugian dan tidak mampu bersaing dengan produk lain sejenis. GM
Indonesia mengalami kerugian USD4 juta setiap bulannya sejak mulai beroperasi
pada 2013, sehingga total kerugian yang dialami GMI hingga 2015 mencapai USD200
juta.
Bouraq
Kondisi
keuangan perusahaan pasca-krisis 1998 membuat kinerja perusahaan semakin berat.
Dimulai dari pendiri Bouraq, Jerry Sumendap, meninggal pada pertengahan 1995,
membuat maskapai ini dipiloti oleh generasi kedua. Perekonomian Indonesia
memasuki krisis moneter 1998, dan Bouraq berupaya terus bertahan dengan
berbagai strategi. Meski demikian, toh maskapai ini akhirnya menyerah pada 25
Juli 2005 dan dinyatakan pailit.
Sempati Air
Maskapai
ini adalah salah satu maskapai penerbangan nasional, yang sangat ekspansif saat
Orde Baru. Namun, ekspansi bisnis berbanding lurus dengan utang yang ditumpuk. Hingga
pada saat krisis 1998, utang Sempati menggunung hingga mencapai Rp1,1 triliun
kepada 470 perusahaan dan akhirnya dinyatakan bangkrut.
Batavia Air
Salah
satu perusahaan maskapai besar di Indonesia, Batavia Air mengumumkan resmi
ditutup pada 2003 akibat pailit. Penyebab bangkrutnya maskapai ini adalah tidak
bisa membayar utang karena force majeur.
Batavia
Air memiliki utang hampir mencapai Rp2,5 triliun. Salah satu penyebab utang
yang besar tersebut disebabkan Batavia Air menyewa pesawat Airbus dari International
Cipika
Kamu tahu toko online yang satu ini? Cipika yang berada di bawah Indosat
Ooredoo harus gulung tikar pada 1 Juni 2017.
Cipika sendiri berdiri pada 2014 dan
menawarkan berbagai jenis produk. Sebut aja seperti barang elektronik hingga
makanan. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, beberapa kategori produk itu
malah dihilangkan.
Pada saat e-commerce ini
ditutup, Indosat sendiri mengaku bahwa mereka belum menemukan model bisnis yang
menjanjikan. Daripada nantinya proyek ini ibarat bakar duit tanpa ujung yang
jelas, mending ditutup jauh-jauh hari bukan?
Alexander Rusli yang dulu menjabat sebagai
CEO Indosat Ooredoo juga gak memungkiri adanya persaingan ketat di dunia e-commerce. Dan emang benar sih, hampir semua e-commerce di Indonesia punya model bisnis yang sama, gitu pula dengan promonya.
Selain itu, Alex juga menilai bahwa Cipika
gak menguntungkan dan berpotensi merusak valuasi Indosat di kemudian hari.
Nyonya Meneer terlilit utang Rp 267 miliar
Salah satu perusahaan jamu
terbesar di Indonesia yaitu PT Nyonya Meneer menutup pabriknya di Semarang.
Nyonya Meneer bangkrut lantaran tak mampu membayar utang sebesar Rp 267 miliar
kepada sejumlah kreditur.
Selain terlilit utang, PT
Nyonya Meneer sebelumnya juga pernah mengalami krisis operasional cukup
panjang. Dari tahun 1984 hingga 2000, internal perusahaan terus digoyang oleh
sengketa perebutan kekuasaan antarkeluarga.
7-Eleven (Sevel), besar biaya operasional
PT Modern Internasional Tbk
(MDRN) melalui anak usahanya PT Modern Sevel Indonesia memutuskan untuk menutup
kegiatan usahanya gerai 7-Eleven (Sevel) per 30 Juni 2017. 7-Eleven tutup
setelah menjadi salah satu tempat nongkrong favorit anak muda Jakarta.
Tutupnya 7-Eleven sendiri ditengarai karena beberapa sebab. Salah satunya
besarnya biaya operasi.
"Mungkin ini biaya
operasional biaya sewa dan biaya infrastruktur dan sarana soalnya kan biayanya
sebagian besar utang kalau dari sisi bisnisnya sih bagus mereknya cukup
kuat," kata Direktur Penilaian Perusahaan BEI, Samsul Hidayat.
0 komentar:
Posting Komentar